mepe-kasur-desa-kemiren

mepe-kasur-desa-kemiren

BANYUWANGI – Selain Tumpeng Sewu, tradisi masyarakat using di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi adalah Mepe Kasur. Tradisi mepe kasur merupakan tradisi yang telah dilakukan masyarakat Desa Kemiren (salah satu desa dengan penduduk asli Using) yang masih langgeng hinga saat ini. Yaitu, menjemur kasur secara bersamaan di sepanjang depan rumah warga sebelum dilaksanakan Tumpeng Sewu, pada malam harinya.

Di Tahun 2015 ini, tradisi menjemur kasur ini dilakukan Kamis (17/9). Proses menjemur kasur ini berlangsung hingga menjelang sore hari. Setelah matahari melewati kepala alias pada tengah hari, semua kasur harus dimasukkan. Konon jika tidak segera dimasukkan, kebersihan kasur ini akan hilang.

Sejak matahari hari terbit,  tepatnya sekitar pukul 07.00 WIB warga Desa Kemiren terlihat semangat mengeluarkan kasur yang khas berwarna hitam dan merah yang menjadi garis lipatan kasur untuk dijemur di depan rumah masing-masing. Tinggi kasur ini pun beragam, ada yang 5 cm, 7 cm dan 8 cm.

Begitu matahari terbit, kasur segera dijemur di depan rumah masing-masing, sambil membaca doa dan memercikkan air bunga di halaman. Tujuannya agar dijauhkan dari bencana dan penyakit.

Sejauh mata memandang arah barat Desa Kemiren, tampak di setiap depan rumah penduduk berjajar rapi jemuran kasur berwarna dasar hitam dan bergaris merah. Pemandangan itu mengisyaratkan betapa rukun dan guyubnya warga desa tersebut. Hal yang tak kalah menarik, para pemukul jemuran kasur dengan penebah tersebut para mbah-mbah.

Masyarakat Using ini meyakini dengan mengeluarkan kasur dari dalam rumah dapat membersihkan diri dari segala penyakit. Dan khusus bagi pasangan suami isteri, tradisi ini bisa diartikan terus memberikan kelanggengan. Karena setelah Kasur-nya dijemur, akan bagus kembali, sehingga yang tidur seperti pengantin baru.

Isun ngerasakaken dewek, sak bare totaken kasur teko ngomah, omah katon rijik, penyakit ilang lan atinesun roso adem. Mugo-mugo tradisi ini terus dilanggangaken  supoyo selamet kabeh,” kata Abdul Karim, warga Kemiren dengan logat Usingnya yang khas.

Sementara itu, Sesepuh Adat Kemiren, Timbul Juhadi Timbul, mengatakan warga Osing beranggapan bahwa sumber penyakit datangnya dari tempat tidur. Sehingga mereka mengeluarkan kasur dari dalam rumah lalu dijemur di luar agar terhindar dari segala macam penyakit. Kasur dianggap sebagai benda yang sangat dekat manusia sehingga wajib dibersihkan agar kotoran yang ada di kasur hilang. Ritual ini digelar setiap tanggal 1 Dzulhijah dan bagian dari ritual bersih desa.

Kasur yang dijemur warga Using ini, kata Timbul, berwarna merah dan hitam. Merah memiliki arti berani dan warna hitam diartikan simbol kelanggengan rumah tangga. “Biasanya tiap pengantin baru dibekali kasur warna ini. Harapan orang tua langgeng dan tentrem rumah tangganya,” ujarnya.

Setelah memasukkan kasur ke dalam rumah masing-masing, warga Using pun melanjutkan tradisi bersih desa ini dengan arak-arakan barong. Barong diarak dari Ujung Desa menuju ke batas akhir desa yang ada di atas. Setelah arak-arakan Barong, masyarakat Using malanjutkan berziarah ke Makam Buyut Cili yang diyakini masyarakat sebagai penjaga desa. Sebagai puncaknya, ketika warga bersama-sama menggelar selamatan Tumpeng Sewu pada malam hari. Semua warga mengeluarkan tumpeng dengan lauk khas warga Osing, yaitu pecel pithik alias ayam panggang dengan parutan kelapa. Kekhasan acara ini juga ditambah akan dinyalakan obor di setiap depan pagar rumah warga. (Humas Protokol)