ngopi-2019

FESTIVAL Ngopi Sepuluh Ewu (Ngopi Sepuluh Ribu) kembali menyedot  ribuan orang untuk datang ke Desa Adat Kemiren, Banyuwangi, Sabtu (12/10) malam. Acara yang sudah memasuki tahun ketujuh ini tak ubahnya menjadi lebarannya para pecinta kopi Banyuwangi.

“Kalau sekadar mau ngopi khas Banyuwangi, banyak kok kafe yang menyediakannya sekarang. Tapi, beda dengan ngopi di sini,” ujar salah satu pengunjung asal Surabaya, Umam, yang mengaku sudah tiga tahun terakhir datang di acara Festival Ngopi Sepuluh Ewu ini.

“Acara ini menjadi cara untuk mengundang orang datang ke sini. Sebagai desa wisata, kedatangan orang ke Kemiren menjadi sesuatu yang penting untuk menggerakkan sektor ekonomi kreatif yang sedang tumbuh di sini. Seperti kuliner, batik, seni pertunjukan hingga penginapan,” ujar Bpk. Anas.

Sesepuh adat Desa Kemiren, Suhaimi, menjelaskan warga Kemiren memiliki falsafah lungguh, suguh dan gupuh dalam menghormati. Ngopi Sepuluh Ewu sangat menggambarkan falsafah yang dipegang warga.

Lungguh, papar Suhaimi, adalah menyiapkan tempat. Sedangkan suguh adalah menyajikan hidangan. Adapun gupuh adalah kesigapan tuan rumah dalam menyambut tamu tersebut.

“Kita siapkan tempat duduk di sepanjang teras warga sebagai bagian dari lungguh. Kita juga siapkan kopi dan beragam jajanan tradisional sebagai suguh. Serta kita berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik sebagai bentuk dari gupuh kita,” ujarnya.

Di tengah ribuan pengunjung dari berbagai kota di Indonesia, hadir pula Bupati Gresik Sambari Halim hingga musisi Indra Lesmana. Mereka berbaur bersama masyarakat menikmati seduhan kopi Banyuwangi.

Hadirnya ribuan tamu wisatawan ini, Suhaimi berharap mereka bisa menjadi saudara bagi warga kemiren.

“Dengan ngopi bareng di sini, kami ingin mereka menjadi saudara bagi kami. Karena kami punya semboyan, Sak Corotan Dadi Sakduluran – Menyeduh Bersama maka Kita Bersaudara,” pungkasnya.